Islam Crescent Moon -->

Minggu, 12 Februari 2012

posisi tangan ketika i'tidal dalam sholat

Telah dimafhumi bahwa dalam permasalahan ini terdapat 2 (dua) khilaf
yang sangat masyhur di kalangan ulama. Satu pendapat mengatakan bahwa
seorang yang berdiri ketika i’tidal setelah bangun dari rukuk adalah
irsal (melepaskan tangannya dan tidak sedekap di atas dada). Dan
sebagian yang lain mengatakan bahwa posisi tangan dalam berdiri setelah
Bahasan ini akan dimulai dengan hadits yang dijadikan hujjah bagi
orang yang berpendapat bahwa posisi tangan setelah rukuk adalah irsal
(melepaskan tangannya/tidak sedekap di atas dada), yaitu :


ثم ارفع رأسك حتى تعتدل قائماً؛ [فيأخذ كل عظم مأخذه] (وفي رواية: ((وإذا رفعت فأقم صلبك، وارفع رأسك حتى ترجع العظام إلى مفاصلها

 “Kemudian, angkatlah kepalamu sehingga engkau berdiri lurus, dan
setiap tulang (kullu ‘adhmin) dapat mengambil tempatnya”. (dan di
dalam sebuah riwayat mengatakan : ) “Dan apabila engkau bangkit dari
rukuk, maka luruskanlah tulang punggungmu (fa-aqim shulbaka) dan
angkatlah kepalamu hingga tulang-tulang kembali kepada
sendi-sendinya”
[HR. Bukhari, Muslim, Ad-Daarimi, Al-Hakim, Asy-Syafi’i, dan Ahmad. Lihat dalam kitab Shifat Shalat Nabi hal. 138
oleh Syaikh Al-Albani].


Mereka yang berpendapat melepaskan tangan ketika berdiri setelah rukuk mengatakan :


“Maksud hadits ini jelas dan gamblang, yaitu thuma’ninah di dalam
berdiri ini. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah
memerintahkan untuk meluruskan semua tulang, termasuk tulang
lengan/tangan, ketika berdiri i’tidal. Lantas, bagaimana bisa
dikatakan bahwa posisi tangan ketika berdiri i'tidal setelah rukuk
adalah sedekap ?”.


Sanggahan (Ta’qib) atas pendapat tersebut akan diuraikan sebagai berikut :


Beberapa hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang shahih
telah menjelaskan kepada kita bagaimana posisi tangan ketika berdiri
dalam shalat. Diantaranya adalah hadits :


كان الناس يؤمرون أن يضع الرجل اليد اليمنى على ذراعه اليسرى في الصلاة
“Adalah para shahabat diperintahkan (oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam) bahwa seseorang agar meletakkan tangan kanannya di atas
hasta kirinya dalam shalat”
[HR. Al-Bukhari no. 740 dari Sahl bin Sa’d radliyallaahu ‘anhu].

إنا معشر الأنبياء أمرنا أن نؤخر سحورنا ونعجل فطرنا وأن نمسك بأيماننا على شمائلنا في صلاتن
 ا

“Sesungguhnya kami para nabi telah diperintahkan untuk
mengakhirkan sahur kami, menyegerakan buka puasa kami, dan untuk
mengeratkan tangan-tangan kanan kami di atas tangan-tangan kiri kami
dalam shalat”
[HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no. 1770].

صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ووضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره



“Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam, beliau meletakkan tangan kanannya atas tangan kirinya di
atas dadanya”
[HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya no. 479 dari Wail bin Hujr radliyallaahu ‘anhu].

رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم واضعا بيمينه على شماله في الصلاة


“Aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya dalam shalat" [HR. Ad-Daruquthni 1/286 dari Wail Al-Hadlramy radliyallaahu ‘anhu].


Empat hadits di atas (dan juga beberapa hadits yang lain) menjelaskan
kepada kita bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam meletakkan
tangan kanannya di atas tangan kirinya (bersedekap) dalam shalat. Dan
hal itu tentu tidak bisa dipahami kecuali beliau lakukan dalam
keadaan berdiri ketika shalat (mencakup semua macam berdiri : berdiri
sebelum rukuk dan setelah rukuk). Ini adalah lafadh umum.


Jikalau ada yang bertanya : “Bukankah dalam hadits telah dijelaskan
secara tafshil (rinci) dari keumuman hadits di atas bahwasannya
bersedekap itu hanya dilakukan 4 keadaan :


a) Berdiri setelah takbiratul-ihram, sebagaimana hadits :



عن وائل بن حجر أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم رفع يديه حين
دخل في الصلاة كبر وصف همام حيال أذنيه ثم التحف بثوبه ثم وضع يده
اليمنى على اليسرى



“Dari Wail bin Hujr radliyallaahu anhu : "Bahwasannya ia melihat
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya ketika
masuk dalam shalatnya………… kemudian meletakkan tangan kanannya di atas
tangan kirinya”
[HR. Muslim no. 401 dimana Imam Muslim meletakkan hadits ini pada bab yang berjudul : وضع يده اليمنى على
اليسرى بعد تكبيرة الإحرام...... = Meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri setelah takbiratul ihraam] .


b) Berdiri ketika bangun dari sujud


c) Berdiri ketika bangun dari at-tahiyat awal; dimana butir a dan b
berdasarkan keumuman hadits yang menyebutkan bahwa apa yang dilakukan
pada waktu berdiri pada raka’at dua, tiga, atau empat adalah sama
dengan apa yang dilakukan pada saat raka’at pertama. (HR. Muslim,
Ahmad, dan lainnya).


Hal itu kita jawab :


Penyebutan 3 (tiga) kondisi sebagaimana tersebut di atas bukanlah
merupakan perincian dan batasan yang menyeluruh. Banyak contoh serupa
yang terdapat dalam hadits. Contohnya adalah, ketika Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam menjelaskan sucinya kulit yang telah
disamak dengan sabdanya :


إذا دبغ الإهاب فقد طهر


“Apabila telah disamak kulit binatang, maka, maka ia menjadi suci” [HR. Muslim no. 366, Ahmad no. 1895, dan yang lainnya].


Pemahaman yang didapat dari hadits adalah semua kulit yang telah
disamak adalah suci. Akan tetapi, konteks yang dibicarakan dalam
hadits hanyalah kulit bangkai kambing. Tidak semua kulit binatang
disebutkan dalam hadits. Namun, ini bukan berarti kulit yang lain
yang tidak disebutkan dalam hadits – seperti misal : kulit kerbau,
kulit kelinci, atau kulit sapi – tidak termasuk dalam keumuman hadits
kesucian kulit yang telah disamak. Bahkan semua kulit binatang yang
telah disamak adalah suci. Tegasnya, sesuatu yang telah ada asalnya
atau pokoknya, bila perinciannya tidak disebutkan disebutkan dalam
riwayat, tidak otomatis bahwa “yang tidak disebutkan” itu tidak ada.
Begitu juga dengan bersedekap ketika berdiri setelah rukuk. Walaupun
tidak disebutkan secara sharih oleh riwayat, maka hal itu termasuk
keumuman dari berdiri dalam shalat yang di dalamnya diperintahkan
untuk bersedekap. Dan hal itu akan lebih jelas pada penjelasan
berikutnya.


Ketika menyebutkan keadaan waktu berdiri setelah rukuk, Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan meluruskan punggung
sehingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Hal ini sebagaimana hadits
:


فإذا رفع رأسه استوى حتى يعود كل فقار مكانه


“Apabila beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat
kepalanya, beliau berdiri rata sehingga setiap tulang belakang
kembali kepada tempatnya”
(HR. Al-Bukhari no. 827 dari Abu Humaid As-Saidi radliyallaahu ‘anhu].

ثم قال سمع الله لمن حمده ورفع يديه واعتدل حتى يرجع كل عظم إلى موضعه معتدل

ا
 
Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata :
Sami’allaahu liman hamidah dan mengangkat kedua tangannya dan berdiri
i’tidal sehingga setiap tulang mengambil posisi di tempatnya dengan
lurus”
[HR. Ibnu Khuzaimah no. 587 dari Abu Haumaid As-Sa’idi radliyallaahu ‘anhu].

فإذا رفع رأسك فأقم صلبك حتى ترجع العظام إلى مفاصلها


(Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :) “Apabila
engkau mengangkat kepalamu di waktu rukuk, maka tegakkanlah tulang
punggungmu hingga tulang-tulang kembali kepada sendi-sendinya”
[HR. Ahmad no. 19017 dari Rifa’ah bin Rafiq Az-Zarqi radliyallaahu 'anhu].

ثم يمكث قائماً حتى يقع كل عضو موضعه



“…Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menunggu sambil
berdiri hingga setiap anggota badan terletak (kembali) pada
tempatnya”
[Subulus-Salam, Kitaabush-Shalah].

Dan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa posisi
tangan/tulang tangan sebelum rukuk (yaitu ketika berdiri) adalah
bersedekap. Pemahaman yang didapatkan adalah, ketika ada perintah
untuk mengembalikan tulang (العظم) pada posisinya/tempatnya/sendinya
semula, maka hal ini tentu merujuk pada posisi bersedekap.


Jikalau ada yang bertanya : “Bagaimana bisa dikatakan bersedekap
jikalau hadits di atas menyuruh kita untuk mengembalikan tulang
dengan lurus (sehingga menunjukkan posisi tangan adalah irsal)
sebagaimana riwayat Ibnu Khuzaimah dan At-Tirmidzi berikut :


واعتدل حتى يرجع كل عظم في موضعه معتدلا



“Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berdiri tegak hingga
setiap tulang kembali kepada tempatnya masing-masing dengan lurus” [HR. Ibnu Khuzaimah no. 677 dan At-Tirmidzi no. 304 dari Abu Humaid
As-Sa’idi radliyallaahu ‘anhu, dan ia berkata : hadits hasan shahih].


Maka kita jawab : “Lurus yang dimaui dalam hadits tersebut bukan
lurusnya tangan, akan tetapi lurusnya punggung sehingga seseorang
berdiri dengan tegap ketika i’tidal dalam shalat setelah rukuk”.
Dalam beberapa hadits yang telah dituliskan di atas disebutkan dengan
menggunakan lafadh [كل عظم] dan [العظام]. Bentuk kalimat ini adalah
muthlaq, yaitu lebih umum yang meliputi semua tulang, tiap-tiap
tulang, atau tulang-tulang. Setelah itu, coba kita perhatikan riwayat
Abu Humaid di atas dari Al-Bukhari :


فإذا رفع رأسه استوى حتى يعود كل فقار مكانه



“Apabila beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat
kepalanya, beliau berdiri rata sehingga setiap tulang belakang (فقار)
kembali kepada tempatnya”

.


Dan juga hadits dari Rifa’ah :


فإذا رفع رأسك فأقم صلبك حتى ترجع العظام إلى مفاصلها



“Apabila engkau mengangkat kepalamu di waktu rukuk, maka
tegakkanlah tulang punggungmu (صلبك) hingga tulang-tulang kembali
kepada sendi-sendinya”.


Dua hadits di atas telah membatasi (men-taqyid) dari ke-muthlaq-an
kalimat [كل عظم] dan [العظام]. Jadi yang dimaksud dengan “setiap
tulang” yang hendaknya diluruskan adalah tulang punggung. Dan yang
menguatkan hal tersebut adalah bahwa penafsiran atau pen-taqyid-an
(pembatasan) ke dalam makna tulang punggung ini merupakan ucapan dan
perintah dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam yang dilihat dan
didengar oleh para shahabat. Adapun lafadh-lafadh {[كل عظم] dan
[العظام]} merupakan perbuatan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
yang dikhabarkan oleh para shahabat dari apa yang mereka lihat.
Tentu pengkhabaran ini sesuai dengan pemahaman dan bahasa dari orang
yang mengkhabarkan, walaupun mereka ini (para shahabat) merupakan
thabaqat yang paling tsiqah. Kedudukan yang terakhir ini tidak bisa
mengalahkan kedudukan yang pertama dalam hal pengambilan pemahaman
sebagaimana mafhum diketahui.

KESIMPULAN : Posisi tangan ketika berdiri setelah
rukuk adalah bersedekap, bukan irsal (melepaskan/meluruskan kedua
tangan ke bawah). Allaahu a’lam.

sejarah valentine

Asal Muasal Hari Valentine :


Perayaan hari Valentine termasuk salah satu hari raya
bangsa Romawi paganis (penyembah berhala), di mana penyembahan berhala
adalah agama mereka semenjak lebih dari 17 abad silam. Perayaan valentin
tersebut merupakan ungkapan dalam agama paganis Romawi kecintaan
terhadap sesembahan mereka.


Perayaan Valentine's Day memiliki akar sejarah berupa beberapa kisah
yang turun-temurun pada bangsa Romawi dan kaum Nasrani pewaris mereka.
Kisah yang paling masyhur tentang asal-muasalnya adalah bahwa bangsa
Romawi dahulu meyakini bahwa Romulus (pendiri kota Roma) disusui oleh
seekor serigala betina, sehingga serigala itu memberinya kekuatan fisik
dan kecerdasan pikiran. Bangsa Romawi memperingati peristiwa ini pada
pertengahan bulan Februari setiap tahun dengan peringatan yang megah. Di
antara ritualnya adalah menyembelih seekor anjing dan kambing betina,
lalu dilumurkan darahnya kepada dua pemuda yang kuat fisiknya. Kemudian
keduanya mencuci darah itu dengan susu. Setelah itu dimulailah pawai
besar dengan kedua pemuda tadi di depan rombongan. Keduanya membawa dua
potong kulit yang mereka gunakan untuk melumuri segala sesuatu yang
mereka jumpai. Para wanita Romawi sengaja menghadap kepada lumuran itu
dengan senang hati, karena meyakini dengan itu mereka akan dikaruniai
kesuburan dan melahirkan dengan mudah.

Sejarah hari valentine I :

Menurut tarikh kalender Athena kuno, periode antara
pertengahan Januari dengan pertengahan Februari adalah bulan Gamelion,
yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera. Tahu gak
dewa Zeus? itu bokap-nye hercules.


Di Roma kuno, 15 Februari adalah hari raya Lupercalia, sebuah perayaan
Lupercus, dewa kesuburan, yang dilambangkan setengah telanjang dan
berpakaian kulit kambing. Sebagai ritual penyucian, para pendeta
Lupercus meyembahkan korban kambing kepada dewa dan kemudian setelah
minum anggur, mereka akan berlari-lari di jalanan kota Roma sambil
membawa potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai
dijalan. Sebagian ahli sejarah mengatakan ini sebagai salah satu sebab cikal bakal hari valentine.




Sejarah Valentine's Day II :

Menurut Ensiklopedi Katolik, nama Valentinus diduga bisa
merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda yaitu
dibawah ini:

pastur di Roma uskup Interamna (modern Terni) martir di provinsi Romawi Afrika. Hubungan antara ketiga martir ini dengan hari raya kasih sayang
(valentine) tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I, pada tahun 496,
menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai
martir-martir ini namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya
peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I
sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang
dirayakan pada tanggal 15 Februari.


Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus,
diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Kemudian ditaruh dalam
sebuah peti dari emas dan dikirim ke gereja Whitefriar Street
Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan
kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada tahun 1836. Banyak wisatawan
sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine (14 Februari),
di mana peti dari emas diarak dalam sebuah prosesi dan dibawa ke
sebuah altar tinggi. Pada hari itu dilakukan sebuah misa yang khusus
diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang
sedang menjalin hubungan cinta.


Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai
bagian dari sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santo
yang asal-muasalnya
tidak jelas, meragukan dan hanya berbasis pada legenda saja. Namun
pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.


Sejarah hari valentine III :

Catatan pertama dihubungkannya hari raya Santo Valentinus
dengan cinta romantis adalah pada abad ke-14 di Inggris dan Perancis,
di mana dipercayai bahwa 14 Februari adalah hari ketika burung mencari
pasangan untuk kawin. Kepercayaan ini ditulis pada karya sastrawan
Inggris Pertengahan bernama Geoffrey Chaucer. Ia menulis di cerita
Parlement of Foules (Percakapan Burung-Burung) bahwa:

For this was sent on Seynt Valentyne's day (Bahwa inilah
dikirim pada hari Santo Valentinus) Whan every foul cometh ther to
choose his mate (Saat semua burung datang ke sana untuk memilih
pasangannya)

Pada jaman itu bagi para pencinta sudah lazim untuk bertukaran catatan pada hari valentine dan memanggil pasangan Valentine mereka. Sebuah kartu Valentine
yang berasal dari abad ke-14 konon merupakan bagian dari koleksi
naskah British Library di London. Kemungkinan besar banyak
legenda-legenda mengenai santo Valentinus diciptakan pada jaman ini.
Beberapa di antaranya bercerita bahwa:


Sore hari sebelum santo Valentinus akan mati sebagai martir
(mati syahid), ia telah menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang
diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis "Dari Valentinusmu". Ketika serdadu Romawi dilarang menikah oleh Kaisar Claudius II,
santo Valentinus secara rahasia membantu menikahkan mereka diam-diam. Pada kebanyakan versi legenda-legenda ini, 14 Februari dihubungkan dengan keguguran sebagai martir.


Sejarah Valentines Day IV :

Kisah St. Valentine
 


Valentine adalah
seorang pendeta yang hidup di Roma pada abad ke-III. Ia hidup di
kerajaan yang saat itu dipimpin oleh Kaisar Claudius yang terkenal
kejam. Ia sangat membenci kaisar tersebut. Claudius berambisi memiliki
pasukan militer yang besar, ia ingin semua pria di kerajaannya bergabung
di dalamya.


Namun sayangnya keinginan ini tidak didukung. Para pria enggan terlibat
dalam peperangan. Karena mereka tak ingin meninggalkan keluarga dan
kekasih hatinya. Hal ini membuat Claudius marah, dia segera
memerintahkan pejabatnya untuk melakukan sebuah ide gila.


Claudius berfikir bahwa jika pria tidak menikah, mereka akan senang hati
bergabung dengan militer. Lalu Claudius melarang adanya pernikahan.
Pasangan muda saat itu menganggap keputusan ini sangat tidak masuk akal.
Karenanya St. Valentine menolak untuk melaksanakannya.


St. Valentine tetap melaksanakan tugasnya sebagai pendeta, yaitu
menikahkan para pasangan yang tengah jatuh cinta meskipun secara
rahasia. Aksi ini akhirnya diketahui oleh kaisar yang segera memberinya
peringatan, namun ia tidak menggubris dan tetap memberkati pernikahan
dalam sebuah kapel kecil yang hanya diterangi cahaya lilin.


Sampai pada suatu malam, ia tertangkap basah memberkati salah satu
pasangan. Pasangan tersebut berhasil melarikan diri, namun malang St.
Valentine tertangkap. Ia dijebloskan ke dalam penjara dan divonis
hukuman mati dengan dipenggal kepalanya. Bukannya dihina oleh
orang-orang, St. Valentine malah dikunjungi banyak orang yang mendukung
aksinya itu. Mereka melemparkan bunga dan pesan berisi dukungan di
jendela penjara dimana dia ditahan.


Salah satu dari orang-orang yang percaya pada cinta kasih itu adalah
putri penjaga penjara sendiri. Sang ayah mengijinkan putrinya untuk
mengunjungi St. Valentine. Tak jarang mereka berbicara lama sekali.
Gadis itu menumbuhkan kembali semangat sang pendeta. Ia setuju bahwa St. Valentine telah melakukan hal yang benar alias benul eh betul.


Pada hari saat ia dipenggal alias dipancung kepalanya, yakni tanggal 14
Februari gak tahu tahun berapa, St. Valentine menyempatkan diri
menuliskan sebuah pesan untuk gadis putri sipir penjara tadi, ia
menuliskan Dengan Cinta dari Valentinemu.


Pesan itulah yang kemudian mengubah segalanya. Kini setiap tanggal 14
Februari orang di berbagai belahan dunia merayakannya sebagai hari kasih
sayang. Orang-orang yang merayakan hari itu mengingat St. Valentine
sebagai pejuang cinta, sementara kaisar Claudius dikenang sebagai
seseorang yang berusaha mengenyahkan cinta.